Penolakan itu, dibuktikan dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan warga dari berbagai kampung di antaranya, Sukal, Tanjung Punai, Ahoy, Terabek dan masyarakat sekitar Desa Belo Laut lainnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Belo Laut, Suhaidir menyampaikan pihaknya hanya bertindak sebagai fasilitator dalam pertemuan antara masyarakat dan pihak PT BRS.
Awalnya, kita mengundang delapan orang dari dusun 1 dan dua orang dari dusun 2. Namun, karena solidaritas mereka yang tinggi, akhirnya yang hadir lebih banyak," ujar Suhaidir kepada lintas babel pada Selasa, 25 Februari 2025.
Dia menjelaskan, dalam pertemuan itu, warga tetap menolak keberadaan PT BRS di Desa Belo Laut.
Hasil pertemuan tadi, masyarakat tetap menolak kehadiran BRS. Kita juga menghormati keputusan masyarakat. Kemudian, kami di Desa tidak dapat memutuskan, soalnya perizinan mereka (BRS-Read) ada di pusat," jelas Kojek sapaan akrabnya.
Lebih lanjut, dia meminta agar tidak terjadi gejolak kembali pihak PT BRS agar tidak melakukan aktivitas sementara di Desa Belo Laut.
Kami minta BRS untuk berhenti sementara. Karena kondisi masyarakat masih panas," cetusnya.
Terkait jejak keberadaan PT BRS bagi masyarakat Desa Belo Laut, Suhaidir mengaku belum bisa berbicara lebih jauh.
Kami hanya memfasilitasi pertemuan, untuk dampak positif bagi masyarakat kita belum bisa bicara lebih jauh. Untuk dampak- dampaknya juga kita belum tahu, yang terjadi di lapangan," lanjutnya
Ia juga menambahkan, hingga saat ini, belum ada sosialisasi resmi dari PT BRS kepada masyarakat terkait izin dan rencana operasionalnya.
Sepengetahuan saya, sebelumnya belum ada pertemuan semacam sosialisasi dari BRS yang sifatnya resmi. Sebagai ketua DPD yang baru saya berusaha mengantisipasi agar tidak terjadi gejolak di masyarakat," imbuhnya.