Mentok Bangka barat Aktivitas tambang ilegal di kawasan Laut Keranggan hingga Teluk Inggris kian tak terkendali. Dari siang hingga tengah malam, suara mesin ponton dan TI jenis selam menggelegar tanpa henti, seolah seluruh wilayah perairan itu telah berubah menjadi zona bebas hukum.
Warga pesisir menyebut fenomena ini sebagai bentuk “penamparan langsung terhadap negara”, karena para pelaku tetap bekerja terang-terangan tanpa menunjukkan sedikit pun rasa takut terhadap aturan.
“Mereka kerja terus, tak peduli ada penertiban atau tidak. Negara kayak tak dianggap. Siang dibubarkan, malam hidup lagi. Malam ditertibkan, besok siang sudah ramai. Ini bukan operasi, ini olok-olok,” ujar seorang warga yang geram melihat situasi tersebut.
Video Nelayan Viral: “Memang bangsat kalian ni!”
Kemurkaan publik semakin memuncak usai beredarnya sebuah video viral yang direkam nelayan setempat. Dalam video tersebut, tampak deretan ponton selam yang diduga bekerja di sekitar lokasi bubuh (rumpon) nelayan, membuat nelayan kehilangan ruang mencari ikan.
Dengan nada marah dan frustasi, nelayan itu memaki keras:
“Tolonglah, di sini ada bubuh kami! Jauhkan ponton kalian! Kami mau cari makan juga, bukan kalian saja yang cari makan! Memang bangsat kalian ni!” teriak sang nelayan dalam video yang beredar luas di grup-grup WhatsApp masyarakat pesisir.
Warga menilai keberadaan ponton-ponton selam ilegal di lokasi tangkap ikan tradisional merupakan bentuk perampasan ruang hidup masyarakat, dan bukti bahwa penegakan hukum di laut tampak lumpuh di hadapan kepentingan pribadi segelintir pihak.
Fenomena yang paling membuat masyarakat muak adalah pola penertiban yang sudah dapat “dibaca” para penambang.
“Siang ribut penertiban, malam ponton menyala lagi. Kalau malam ada operasi, siangnya balik penuh. Macam film komedi, tapi yang jadi bahan lelucon itu negara,” ungkap seorang Warga
Warga menduga pola ini sebagai bukti bahwa ada kebocoran informasi penertiban, atau setidaknya lemahnya koordinasi antar-instansi sehingga operasi hanya menjadi formalitas di atas kertas.
Selain kerugian moral dan sosial, nelayan mengaku kondisi laut di Keranggan hingga Teluk Inggris kini rusak parah. Air berubah keruh, bunyi mesin ponton memecah malam, dan beberapa titik tangkap ikan hilang total.
Warga menilai ini bukan sekadar kelalaian, tetapi pelecehan terhadap kewibawaan negara di mata masyarakat
“Ini film komedi, tapi komedinya menyakitkan. Negara jadi bahan tertawaan di lautnya sendiri,” ujar seorang pengamat lingkungan yang berada di Mentok
“Kalau laut rusak dan tempat tangkap hilang, kami mau hidup dari apa? Kami bukan minta kaya, cuma mau makan,” tegas seorang nelayan lainnya.
Warga meminta aparat penegak hukum melakukan operasi besar-besaran, menyisir seluruh jalur distribusi, serta menangkap aktor-aktor pengendali dari aktivitas ilegal itu.
“Ponton itu cuma kaki. Yang bikin negara dipermalukan itu para pengendalinya. Kalau itu tak disentuh, ya selamanya laut ini akan dikuasai tambang ilegal,” ujar warga.
“Selama dalangnya aman, ponton akan lahir lagi. Kalian tumpas 15, besok tumbuh 30. Negara bukan kalah jumlah, tapi kalah nyali,” sindir warga tajam.